Setelah
sempat mengalami tarik ulur, akhirnya rencana pembangunan moda transportasi
massal berbasis rel yaitu Mass Rapid Transit (MRT) di Jakarta akan segera
terwujud. Kepastian ini setelah adanya keseriusan dari Pemerintah melalui
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Hatta Racjasa, berjanji untuk
memberikan penjaminan terhadap proyek transportasi massal. Keseriusan ini
terlihat dengan adanya koordinasi antara Hatta Radjasa dengan Gubernur DKI
Jakarta Joko Widodo, untuk membicarakan masalah tersebut.
Dalam pembahasan
pembangunan MRT, Menkoperekonomian
menegaskan dukungan penuh terhadap kebijakan pemerintah pusat demi
terealisasinya proyek besar yang selama ini mengalami hambatan. Apa pun yang
akan dibangun Pemda DKI, pemerintah berharap jangan sampai proyek tersebut
terkatung-katung lebih lama.
MRT Jakarta yang
direncanakan terdiri dari Koridor Selatan-Utara yaitu Lebak Bulus-Kampung
Bandan dan Koridor Timur-Barat masih dikaji pembangunannya. Untuk koridor
Selatan-Utara, pembangunannya direncanakan dalam dua tahap. Pertama membentang
sepanjang 15,7 kilometer, menghubungkan Lebak Bulus-Bundaran HI dengan 13
stasiun yang terdiri dari tujuh stasiun layang dan enam stasiun bawah tanah.
Pengoperasiannya
ditargetkan sekitar akhir 2016. Sedangkan tahap kedua melanjutkan jalur
Selatan-Utara dari Bundaran HI-Kampung Bandan sepanjang 8,1 kilometer, yang
ditargetkan beroperasi 2018.
Urgensi pembangunan MRT
dilatarbelakangi permasalahan kemacetan di Jakarta. Merujuk data Kementerian
Perhubungan 2012 lalu, tiap pagi hari 18 ribu kendaraan masuk ke Jakarta dari
Depok, Bogor, Tangerang, serta Bekasi. Keadaan ini diperparah penjualan kendaraan
bermotor yang terus mengalami peningkatan tiap tahun. Pertumbuhan penjualan
mobil mencapai 12,08 persen dan motor 15,75 persen. Sedangkan penjualan truk
tumbuh 8,06 persen serta bis 16,46 persen.
Fakta tersebut, bukan
hanya menimbulkan kemacetan, namun menempatkan Jakarta menjadi kota besar dengan tingkat polusi
udara terburuk ketiga di dunia setelah Mexico City (Meksiko) dan Bangkok
(Thailand). Penyumbang polutan terbesar adalah sektor transportasi yang mencapai
70 persen. Polutan dihasilkan oleh asap kendaraan bermotor yang jumlahnya
mencapai jutaan unit
MRT Jakarta rencanannya
digerakan oleh tenaga listrik sehingga tidak menimbulkan emisi CO2 diperkotaan.
Berdasarkan studi tersebut, maka jelas DKI Jakarta sangat membutuhkan angkutan
massal yang lebih andal seperti MRT yang dapat menjadi solusi alternatif dalam
masalah transportasi bagi masyarakat yang juga ramah lingkungan.
Kenyataan ini
menunjukan MRT bisa berjalan di tangan Hatta dan dieksekusi Jokowi. Hatta
sebelumnya sudah membuktikan kemampuan dalam menggelar megaproyek MP3EI dan
JSS, Jokowi yang selama ini dikenal menggutamakan aspirasi masyarakat.
Kerjasama ini lah yang penulis harapkan mampu bersinergi dalam mengatasi
permasalahan kemacetan yang berimbas pada masalah perekonomian nasional
khususnya Jakarta yang mencapai Rp 68 triliun/tahun.
Sumber : http://www.beritasatu.com/blog/nasional-internasional/2131-urgensi-pembangunan-mrt.html